Suatu sore di “lorong panas” yang menghubungkan terminal haji dengan
pavilliun 3 (ruang tunggu jemaah haji Indonesia) tampak berjalan
tertatih seorang nenek tanpa teman. Langkah gontainya bukan hanya karena
kelelahan semata, atau cuaca panas yang membakar kulitnya, namun juga
karena kakinya memang tidak sempurna dan usianya yang sudah tidak muda.
Dialah Nurjannah, seorang nenek asal Serang Banten yang tertinggal
oleh rombongannya. Meski langkahnya tak sekuat jemaah lainnya, Nurjannah
tetap semangat tanpa ada kekesalan dan kekecewaan kepada teman-temannya
yang telah jauh meninggalkannya.
“Saya tak apa, Nak. Masih kuat jalan kok,” ujarnya kala seorang
petugas PPIH berupaya menuntunnya. Tak peduli dengan penolakan
Nurjannah, si petugas tetap menggandeng Nurjannah menuju pavilion 3.
Saat itu cuaca di Bandara Amir Muhammad bin Abddul Azis Madinah
terasa sangat panas seperti biasa, tak jauh dari angka 45-46 derajat
Celsius. Hanya berkurang 3-5 derajat dari suhu di puncak siang yang
mencapai 48-50 derajat Celsius.
Sebenarnya nenek berusia 80 tahun itu berangkat haji bersama Jejen,
putra pertamanya. Lelaki 62 tahun itu memang lebih dulu berjalan bersama
rombongan sambil membawa tas mereka berdua. Nurjannah pun berjalan
sendirian tanpa membawa beban kecuali tas kecil yang melingkar di
dadanya.
Setiba di ruang tunggu, Nurjannah mengaku lega. Senyum semringah
merona di wajahnya. Ruangan paviliun yang sejuk berkat sistem pendingin
udara seolah menghapus sisa-sisa keletihan di tubuhnya. Puji syukur
lantas ia panjatkan pada Tuhan.
“Alhamdulillah, akhirnya bisa menapakkan kaki rapuhku di Tanah Suci,”
bisiknya lirih. Dua butiran bening tiba-tiba menetes dari kelopak
matanya. Rasa haru, bahagia, tak percaya, bercampur-aduk dalam hati dan
pikirannya. Sejenak ia terdiam, tak mampu berkata-kata.
Pensiun sebagai pegawai negeri sipil sejak 1993, Nurjannah bertekad
dan bermimpi dapat menunaikan haji. Ia pun mulai menabung sejak saat
itu. Pada 2010, sekitar 17 tahun kemudian, tabungan Nurjannah cukup
untuk dijadikan setoran awal Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH).
“Saya sudah berusaha menjalankan perintah agama semampu saya. Tentu
saja saya sangat ingin menyempurnakannya. Dengan kakiku ini aku bertekad
sempurnakan Islamku,” tandasnya.
Perjalanan haji Nurjannah demi menyempurnakan Islam patut diteladani.
Kita wajib belajar dari kondisinya. Bagaimana dia menabung dengan sisa
gaji pensiunannya dan tanpa lelah melangkahkan kaki rentanya yang tidak
sempurna. Semua dia lakukan demi satu cita-cita: menyempurnakan
Islamnya. Semoga selalu sehat dan mabrur hajimu Nenek Nurjannah
EmoticonEmoticon